Kamis, 13 Desember 2012

Pengukuran Menyipat Datar Memanjang

Pada pengukuran menyipat datar memanjang, dua titik tetap yang akan diukur tingginya (titik awal dan titik akhir) umumnya memiliki jarak yang cukup jauh (± 50 m). Oleh karena itu tidak mungkin dilakukan pekerjaan sekali waterpassing melainkan harus dilaksanakan serangkaian pekerjaan waterpassing antara dua titik tetap tersebut.

Mengingat hal tersebut, maka perlu diketahui pengertian sebagai berikut :
  1. Satu trayek adalah jarak antara dua titik tetap yang diukur beda tingginya. Satu trayek dibagi dalam seksi-seksi.
  2. Satu seksi adalah jarak pengukuran pergi pulang dalam waktu satu hari sesuai kemampuan si pengukur. Satu seksi dibagi lagi ke dalam beberapa slag.
  3. Satu slag adalah jarak antara rambu muka dan belakang dalam sekali mendirikan alat. Panjang tiap slag dipengaruhi oleh kondisi medan. Semakin terjal atau berbukit-bukit suatu medan, maka panjang slag semakin pendek. Selain itu pembesaran teropong atau kemampuan alat juga berpengaruh. Untuk pekerjaan-pekerjaan teknis, pembesaran teropong yang baik adalah antara 20 – 30 kali. Untuk itu pada cuaca cerah, panjang slag dapat mencapai  40m – 90 m. Jumlah slag diusahakan genap. Hal ini dilakukan untuk menghindari tejadinya kesalahan pengukuran akibat perbedaan titik nol pada masing-masing rambu (misal ; rambu aus).
Adapun pengukuran tinggi antara dua titik itu sendiri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. Waterpass ditempatkan di salah satu titik, kemudian membidik rambu yang diletakkan di titik lainnya (lihat gambar dibawah ini).

Beda tinggi antar titik dihitung dengan rumus :
ΔH = Ta – Bt
Keterangan :
ΔH = beda tinggi
Ta = tinggi alat
Bt = benang tengah
2. Waterpass ditempatkan diantara dua titik (lihat gambar dibawah ini), sedangkan rambu ditempatkan pada titik-titik tersebut

Beda tinggi antara dua titik dapat dihitung dengan rumus :
ΔH = Btb – Btm
Keterangan :
ΔH = beda tinggi
Bt = bacaan benang tengah
Btm = bacaan benang tengah muka
Btb = bacaan bengan tengah belakang
3. Waterpass ditempatkan diluar garis antara dua titik. Cara ini dilakukan apabila kndisi medan antara dua titik tersebut berupa sungai, jurang, atau selokan (lihat gambar dibawah ini).

Beda tinggi antara dua titik dapat dihitung dengan rumus :
ΔH = Btm – Btb
Keterangan :
ΔH = beda tinggi
Bt = bacaan benang tengah
Btm = bacaan benang tengah muka
Btb = bacaan benang tengah belakang
Untuk menghitung jarak dengan menggunakan cara optis adalah sebagai berikut :
D = 100 (Ba – Bb)
Dari ketiga cara tersebut, yang dapat memberikan hasil lebih teliti adalah cara yang kedua ( waterpass ditempatkan diantara dua titik). Karena dengan cara tersebut kesalahan yang mungkin tejadi sangat kecil, terlebih lagi bila jarak antara waterpass dengan  kadua rambu dibuat sama. Cara seperti ini dinamakan menyipat datar di tengah-tengah dan digunakan pada pengukuran menyipat datar memanjang.
Dalam pelaksanaan pengukuran menyipat datar sering kali menghadapi masalah yang disebabkan oleh kondisi medan yaitu beda tinggi antara dua titik atau patok yang telah kita tentukan sebelumnya terlalu besar. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka kita menggunakan titik-titik bantu yang ditempatkan diantara titik tersebut. Jumlah titik bantu yang digunakan tergantung pada kondisi medan.
Dalam pengukuran menyipat datar (waterpassing) sering terjadi kesalahan-kesalahan sebagaimana pada pengukuran dengan theodolit. Adapun sumber-sumber kesalahan pada waterpassing memanjang adalah
1. Kesalahan karena alat
a. Kesalahan karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo.
Pengaruh kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara :
  • Menempatkan pesawat di tengah-tengah antara dua titik yang diukur.
  • Dengan penempatan pesawat (pengaturan) statip sedemikian rupa sehingga jarak pembacaan belakang sama dengan jarak pembacaan muka.
b. Kesalahan karena garis nol mistar
Bila ujung bagian bawah mistar sudah aus, maka ujung mistar yang mengenai landasan (permukaan tanah) itu bukan lagi garis nol mistar, dengan demikian pembacaannya menjadi lebih besar.Pengaruh kesalahan ini dapat dihindari dengan jalan :
  • Hanya memakai satu mistar saja
  • Pengaturan setup sedemikian rupa sehingga untuk pengukuran itu dilakukan setup yang genap.
c. Kesalahan karena letak mistar turun sementara dilakukan pengukuran.
Hal ini bisa terjadi bila tempat berpijaknya mistar melesak ke dalam tanah (tanah lembek).Pengaruh ini dapat diatasi dengan cara :
  • Memakai landasan mistar yang ditanam kuat-kuat dalam tanah.
  • Tidak menempatkan mistar di atas titik yang lembek.
d. Kesalahan karena garis bidik turun sementara dilakukan pengukuran.
Hal ini terjadi bila statip kurang kuat tertanam di dalam tanah. Pengaruh ini dapat dihindari dengan jalan :
  • Tancapkan kaki statip kuat-kuat ke dalam tanah.
  • Jangan menempatkan di tempat yang lembek atau beraspal.
2. Kesalahan karena kondisi alam
a. Kesalahan karena kurang teliti dalam membaca mistar
Hal ini mengakibatkan melengkungnya bidang nivo, padahal beda tinggi antara dua titik adalah jarak dua bidang nivo yang melalui dua titik tersebut. Kesalahan ini dapat dihindari dengan cara menempatkan pesawat tepat di tengah-tengah antara dua titik yang diukur.
b. Melengkungnya sinar.
Kesalahan pelengkungan sinar ada dua jenis yaitu penambahan refraksi pada pagi hari dan pengukuran refraksi pada sore hari serta perbedaan refraksi pada pembacaan rambu muka dan rambu belakang, sebagai akibat perbedaan suhu yang mengakibatkan waterpassing dengan rambu tidak vertikal. Adapun cara mengatasi kesalahan ini adalah dengan jalan sebagai berikut :
  • Waterpassing pergi dilaksanakan pada pagi hari dan waterpassing pulang dilakukan pada sore hari.
  • Menempatkan pesawat di tengah-tengah antara dua titik yang akan diukur.
c. Kesalahan karena getaran udara (ondulasi).
Bila suhu lingkungan tinggi (panas), maka terjadilah pemindahan udara panas dari permukaan bumi ke atas. Hal ini mengakibatkan bayangan mistar menjadi kabur, sehingga bacaan mistar kurang teliti. Untuk itu maka hendaklah :
  • Memperpendek jarak antar slag
  • Menghentikan kegiatan pengukuran
d. Kesalahan karena perubahan garis arah nivo.
Hal ini terjadi bila kerangka nivo terkena panas sinar matahari secara langsung  yang mengakibatkan pemuaian, sehingga garis arah nivo tidak lagi sejajar garis bidik. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka pesawat harus dilindungi dengan menggunakan payung dalam setiap kali melakukan kegiatan pengukuran.
3. Kesalahan dari si pengamat
Kesalahan yang mungkin terjadi adalah :
  • Kesalahan pada pembacaan benang karena kelelahan mata.
  • Kurang cermat dalam perkiraan pembacaan rambu yang memiliki ketelitian hingga milimeter (mm).
  • Kurangnya pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan pengukuran tanah.
Untuk menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, ditentukan dengan batas harga terbesar (batas toleransi). Bila pengukuran dilakukan pergi-pulang, maka selisih hasil pengukuran tidak boleh lebih besar dari :
k = 4 mm √D, pengkuran tingkat I
k = 8 mm √D, pengukuran tingkat II
k = 12 mm √D, pengkuran tingkat III

Langkah kerja

Ada dua tahap dalam pengukuran sipat datar memanjang yaitu pengukuran pulang dan pengukuran pergi. Pengukuran pergi biasa dilakukan pada waktu pagi hari dan pengukuran pulang dilakukan pada waktu sore hari.
1. Pengukuran pergi
Urutan kerjanya adalah :
  • Meletakkan alat ukur (waterpass) kira-kira di tengah-tengah antara dua titik (patok).
  • Mengatur sumbu I vertikal dengan sekrup penyetel A, B, C sehingga kedudukan gelembung uddara pada nivo menjadi seimbang.
  • Melakukan bidikan terhadap dua rambu tadi secara bergantian dengan bantuan vizier pembantu.
  • Membaca bacaan benang pada baak ukur dan mencatatnya.
Langkah kerja di atas dilakukan berulang-ulang pada titik-titik yang akan dicari beda tingginya.
2. Pengukuran Pulang
Langkah kerja pada pengukuran pulang sama dengan langkah kerja pada pengukuran pergi, hanya titik awal pengukuran yang berbeda yaitu bila pada pengukuran pergi titik awalnya adalah titik pertama, sedangkan pada pengukuran pulang titik awalnya adalah titik terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar